Juni 12, 2025

Raden Tjetje Somantri, Tokoh Pembaharu Tari Sunda

Buku Tjetje Somantri (1892-1963) Tokoh Pembaharu Tari Sunda karya Endang Caturwati diterbitkan oleh Penerbit Tarawang, Yogyakarta, pada Juni 2000 sebagai cetakan pertamanya, dengan ISBN 979-8681-37-1. Buku ini berasal dari tesis S2 Endang Caturwati di Program Pascasarjana UGM Yogyakarta, yang bertujuan untuk menggali lebih dalam kontribusi Tjetje Somantri dalam dunia tari Sunda.

Tesis ini menjadi salah satu kajian ilmiah yang membahas langsung karya-karya R. Tjetje Somantri, sehingga memberikan penjelasan lebih mendalam tentang posisi karyanya dalam tradisi tari Sunda. Hal ini penting tidak hanya untuk melestarikan tradisi, tetapi juga bermanfaat bagi seniman dan akademisi tari dalam mempelajari tari Sunda secara lebih mendalam.

Buku ini membahas latar belakang budaya dan sejarah sebelum munculnya karya-karya tari Tjetje Somantri, serta budaya yang mempengaruhi kemunculan karya-karya inovatifnya. Selain itu, karier Tjetje yang mencerminkan keterbukaannya terhadap pengaruh luar dan kreativitas pada zamannya juga dikupas. Buku ini menjelaskan bagaimana tari putri ciptaannya, yang banyak terinspirasi dari tari Jawa, berkembang.

Selain itu, dibahas pula perkembangan tari Sunda sebelum munculnya karya R. Tjetje Somantri, dengan fokus pada berbagai jenis tari tradisional seperti Ketuk Tilu, Tayub, Keurseus, dan lainnya. Tjetje Somantri, yang awalnya berkarier sebagai penari dan guru tari, kemudian berkembang menjadi penata tari inovatif. Karyanya banyak terinspirasi dari tari tradisi seperti wayang, topeng, tayub, dan unsur gerak tari Jawa. Dukungan busana juga dianggap penting dalam kreasinya. Selain itu, perannya dalam mengembangkan tari melalui Badan Kesenian Indonesia dijelaskan, termasuk bagaimana murid-muridnya melanjutkan warisannya hingga hari ini.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang ketersediaan buku ini, silakan untuk menghubungi Penerbit Tarawang yang beralamat di Jl. karangmiri 17, Giwangan, Yogyakarta 55163, Telp/Fax (0274) 415757, email untukind@indosat.net.id. Atau dapat juga menghubungi langsung penulisnya melalui Facebook: Endang Caturwati.

Daftar Isi

Sebagia gambaran mengenai isi buku ini, berikut disajikan daftar isi selengkapnya.

Bab I – Pengantar

Bab II – Perkembangan Tari Sunda Sebelum Munculnya Karya Tari R. Tjetje Somantri (1900-1942)

  • Tari Ketuk Tilu
  • Tari Tayub
  • Tari Keurseus
  • Tari Topeng
  • Tari Wayang
  • Tari Serimpi dan Badaya
  • Pencak Silat

Bab III – R. Tjetje Somantri dalam Sejarah Perkembangan Tari Sunda

A. Perjalanan Karier R. Tjetje Somantri (1892-1963)

  • Kegiatan Sekolah dan Pekerjaan
  • Memilih Pasangan Hidup
  • Kegiatan sebagai Penari
  • Kegiatan sebagai Penata Tari dan Guru Tari
  • Keaiatan sebagai Penulis Tari

B. Peranan Badan Kesenian Indonesia dalam Pengembangan dan Penyebaran Tari Karya R. Tjetje Somantri (1948-1958)

BAB IV – R. Tjetje Somantri dan Karya Tarinya

A. Perkembangan Pribadi yang Harmonis

B. Gaya Tari R. Tjetje Somantri Mengawali Pembaharuan Tari Sunda

C. Tari Tradisi sebagi Sumber Penciptaannya

  • Tari Bersumber dari Unsur Gerak Tari Wayang
  • Tari Bersumber dari Unsur Gerak Tari Topeng
  • Tari Bersumber dari Unsur Gerak Tari Tayub
  • Tari Bersumber dari Unsur Gerak Tari Jawa
  • Tari Bersumber dari Unsur Gerak Tari Baru

D. Busana sebagai Pendukung Tarian

BAB V – Perkembangan Tari Karya R. Tjetje Somantri Pada Masa Kini

A. Murid R. Tjetje Somantri sebagai Penerus

B. Karya Tari R. Tjetje Somantri di Lingkungan Pendidikan Formal dan Masyarakat

BAB VI – Kesimpulan

Di dalam buku ini juga terdapat beragam foto dokumentasi penting yang mendukung kiprah dan karya-karya R. Tjetje Somantri. Berikut ini daftar foto yang disajikan:

  1. Penari Ronggeng
  2. Acara Pesta Tayuban
  3. Tari Tayub
  4. Tari Keurseus
  5. Bupati Bandung ke-10 R. Martanegara Pendiri Bale Kebudayaan Priangan
  6. Bupati Bandung ke-11 dan 13 R.A.A. Wiranata Kusumah Pelindung Sekar Pakuan
  7. Tari Badaya
  8. R. Efendi Somantri Kusumah
  9. Tari Karya R. Tjetje Somantri, tari Sulintang
  10. Tari Kupu-kupu di Mangkunegaran
  11. Tb. Oemay martakusumah dan Istri
  12. Tari Renggarini
  13. Tari Sekar Aum
  14. Tari Kandagan
  15. Tari Kupu-kupu tari andalan BKI
  16. Tari Merak zaman BKI
  17. Tari Merak masa kini
  18. Tari Srigati
  19. Tari Puja
  20. Tari Sekar Putri
  21. Tari Ratu Graeni, makuta Gelung Keling Garuda Mungkur
  22. Tari Ratu Graeni, makuta Binukasari
  23. Tari Topeng Menak Jingga
  24. Tari Koncaran
  25. Tari Gandrung Arum Karya Yuyun Kusumadinata
  26. Tari Anom Sari, Karya Indrawati Lukman
  27. Tari Simbar Sakembar Kaya Indrawati Lukman
  28. Makam R. Tjetje Somantri di Sinarnaga Bandung

Profil Singkat Raden Tjetje Somantri

Raden Tjetje Somantri lahir di Bandung pada tahun 1892 dari keluarga ningrat. Ibunya, Nyi Raden Siti Munigar, merupakan keturunan bangsawan asal Bandung, sementara ayahnya, Raden Somantri, juga berasal dari keluarga terpandang. Tjetje, yang memiliki nama lengkap R. Rusdi Somantri, sejak kecil menunjukkan minat besar terhadap seni tari. Pendidikan formalnya dimulai di HIS dan MULO di Bandung, namun hasratnya yang kuat terhadap dunia tari menyebabkan ia tidak menyelesaikan pendidikan di MOSVIA, sekolah pamong praja di Bandung. Ketertarikannya pada seni, terutama tari, membentuk fondasi awal perjalanan kariernya.

Ketika berusia sekitar 19 tahun, Tjetje mulai belajar tari tayub di Purwakarta dari R. Gandakusumah (Aom Doyot), dan kemudian memperdalam ilmu tarinya dengan mempelajari berbagai bentuk tarian tradisional. Selain tari tayub, Tjetje juga mempelajari tari topeng Cirebon dari dua seniman topeng terkenal, Wentar dan Koncer. Pada masa ini, ia berteman dengan tokoh-tokoh seni lainnya seperti Asep Berlian dan Endang Thamrin, yang juga turut memperkaya pengalamannya dalam dunia tari. Perjalanan belajarnya tidak berhenti di situ, ia juga belajar tari wayang wong dari Aom Menim, seorang camat di Buah Batu, Bandung.

Pada tahun 1925, Tjetje Somantri mulai berinteraksi dengan lingkungan kesenian Cirebon yang kental dengan tradisi tari topeng. Ia berguru pada Pangeran Elang Oto Denda Kusumah, salah seorang anggota Kesultanan Cirebon, dan memperdalam tarian Menak Jingga, Anjasmara, dan berbagai tarian lainnya. Tidak hanya berhenti pada penguasaan teknik tari tradisional, Tjetje juga mulai menciptakan kreasinya sendiri, menggabungkan unsur-unsur tradisi dengan inovasi baru yang kemudian dikenal sebagai “tari kreasi”. Pada tahun yang sama, ia mulai mengajar tari di OSVIA, tempat ia mengajarkan tarian keurseus dan tari wayang kepada para murid.

Kiprah Tjetje dalam dunia tari terus berkembang pesat ketika ia bertemu dengan Tb. Umay Martakusumah pada tahun 1935. Tb. Umay adalah seorang pegawai Jawatan Kebudayaan Jawa Barat dan pemimpin Badan Kesenian Indonesia (BKI). Pertemuan ini menjadi titik penting dalam karier Tjetje karena Tb. Umay melihat bakat besar dalam dirinya dan memberinya ruang untuk berkreativitas di BKI. Selain menjadi pengajar, Tjetje juga menciptakan banyak tarian baru yang terus memperkaya seni tari Sunda. Karya-karyanya, terutama dalam genre tari kreasi, sangat populer di berbagai kalangan, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Pada periode 1940-an, Tjetje Somantri mulai fokus menciptakan tari kreasi untuk wanita. Beberapa karya besarnya dari periode ini termasuk Tari Anjasmara I dan II (1946), Puragabaya (1947), dan Tari Kendit Birayung (1947). Ia menciptakan tarian-tarian yang elegan dan anggun, terutama untuk penari wanita, yang pada masanya dianggap sebagai perubahan besar dalam dunia tari Sunda. Salah satu karyanya yang paling terkenal, Tari Merak, diciptakan pada tahun 1955 dan masih diajarkan di berbagai sanggar tari hingga kini.

Selain berperan sebagai pencipta tari, Tjetje juga berperan dalam mengubah pandangan masyarakat terhadap profesi penari wanita. Sebelumnya, penari wanita sering dikaitkan dengan stereotip negatif, namun dengan karya-karyanya, Tjetje berhasil mengangkat citra penari wanita menjadi lebih terhormat dan dihargai di masyarakat. Hal ini semakin terlihat dalam keberhasilan tarian-tariannya yang dipentaskan di berbagai acara nasional maupun internasional, memperkenalkan seni tari Sunda ke panggung dunia.

Karya-karya Tjetje tidak hanya berhenti di panggung pertunjukan. Banyak dari tariannya yang dijadikan mata pelajaran di institusi seni seperti KOKAR Bandung (kini SMKI), ASTI Bandung (sekarang STSI), dan IKIP Bandung (sekarang UPI). Tarian seperti Anjasmara, Sekarputri, Sulintang, dan Merak menjadi bagian penting dalam kurikulum pendidikan seni tari di Indonesia. Para penari terkenal seperti Tb. Maktal, Irawati Durban, dan Indrawati Lukman, adalah sebagian dari banyak murid-muridnya yang kemudian menjadi tokoh besar di dunia tari Sunda.

Atas dedikasinya yang besar terhadap seni tari, Tjetje Somantri dianugerahi penghargaan Piagam Wijaya Kusumah dari pemerintah Indonesia pada tahun 1961. Penghargaan ini merupakan pengakuan atas kontribusinya dalam mengembangkan dan memperkaya seni tari Sunda. Tjetje Somantri meninggal dunia pada tahun 1963, namun karyanya terus hidup, menginspirasi generasi seniman berikutnya. Sebagai pelopor tari kreasi Sunda, Tjetje Somantri tidak hanya memberikan warisan seni, tetapi juga merintis jalan bagi perkembangan tari tradisional di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *